Reruntuhan Musim Dingin - Sungging Raga

by - October 04, 2016




Judul : Reruntuhan Musim Dingin
Penulis : Sungging Raga
Penerbit : Diva Press
Terbit : Januari, 2016
Tebal : 204 halaman
ISBN : 978-602-391-079-3

Pertama kali lihat buku ini di rak novel Gramedia Mal Metropolitan Bekasi, sama sekali nggak butuh waktu lama untuk langsung jatuh cinta sama cover-nya yang unyu-unyu. Dengan background yang dominan warna putih dan gambar keranjang permennya, membuat buku ini terlihat semakin manis dan "menggoda". Apalagi dengan spoiler-nya yang seperti ini :

"Kupikir, sebaiknya kamu jangan jatuh cinta kepada penulis. Ia lebih banyak memeras kenangan, sebanyak mungkin dari dirimu, untuk kemudian ditinggalkan."
Nalea tidak mendengarnya sebagai sebuah peringatan. Mereka tetap kian dekat. Nalea tidak paham apakah ia jatuh cinta atau tidak.



Astaga. Indah banget, kan? Karena penasaran sama kisah Nalea selanjutnya, akhirnya tanpa banyak mikir, saya langsung ambil buku kumcer itu dan membawanya ke meja kasir.

Oke. Gaya bercerita Sungging Raga memang nyastra, tapi masih cukup mudah dipahami, kok. Bahasanya padat, mengalir dan khas. Cerpen-cerpennya pun enak dibaca. Rasanya, nggak bisa meletakkan buku sebelum ceritanya selesai.


Kebanyakan cerpen di dalam buku Reruntuhan Musim Dingin ini, mengangkat tema yang sudah universal, yaitu cinta. Namun, jangan salah.

Sungging Raga bersikeras menampilkan kisah-kisah cinta yang, syukurnya tak terjerumus ke dalam lautan klise -Tia Setiadi, kritikus sastra penyair, penerjemah kumcer Dijual : Keajaiban

Dan saya setuju.

Coba lihat beberapa potongan ceritanya yang sukses bikin saya baper sebaper-bapernya :

Memang, selalu saja ada kisah tentang perempuan yang menunggu. Dan tidak ada kisah yang lebih menyedihkan daripada perempuan yang merasa yakin bahwa penantiannya akan berbuah manis. Apakah perempuan selalu ditakdirkan untuk menunggu? (Dermaga Patah Hati -hlm. 34)

Aku tak tahu apa yang biasa kau ucapkan dalam do'amu. Sementara do'aku jelas, agar aku bisa tetap menemukan cara untuk mencintaimu. Maka, aku pun terus menerus berdo'a (Melankolia Laba-Laba -hlm. 45)

Dan, mungkin saja cinta memang tersusun dari pertemuan-pertemuan, sebelum kemudian diruntuhkan (Reruntuhan Musim Dingin -hlm. 67)

Waktu telah membagi dirinya sendiri pada setiap manusia. Dan pada dua orang ini, pada si lelaki dan si wanita, waktu dan kereta sepakat untuk membagikan kenangan (Sidareja, Sebuah Alkisah -hlm. 99)

Sabarlah, tunggu sampai senja selesai. Dan kau boleh tak mencintaiku lagi setelah ini (Serayu, Sepanjang Angin Akan Berembus -hlm. 55)

Gimana spoiler-nya? Sudah cukupkah untuk mengacak-acak perasaan kalian? Cieelaaa :v Ini adalah buku dimana setiap halamannya selalu menampilkan kejutan. Kejutan yang memang benar-benar kejutan. Kejutan yang bahkan bisa membuat saya melongo di setiap akhir kisah. Kejutan yang unik, tak terduga dan kadang menyakitkan. 



Well, kalau diminta untuk kasih rate, saya dengan senang hati akan memberinya bintang empat koma lima. Kenapa nggak lima? Karena lima itu sempurna. Dan nggak ada yang sempurna di dunia ini, wkwk (apaan banget xD) 

Pokoknya, buku ini highly recommended buat kamu yang pengen baca cerita cinta yang nggak biasa, nyastra tapi rasa pop, mellow tapi nggak menye-menye. Dijamin nggak nyesel!

You May Also Like

2 komentar

  1. Karya Mas Sungging memang terasa penuh perenungan. Setuju tulisannya meski 'terkesan' nyastra, tapi mudah buat dipahami tanpa berkerut dahi. Haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul. Awalnya tak pikir ceritanya nyastra banget. Tapi, pas baca cerpen pertama, wah ternyata sastra rasa pop. Enak bacanya. Bikin nagih. Haha.

      Delete