Rumah di Perkebunan Karet; Sensasi Horor Hidup di Tengah Perkebunan

by - April 28, 2020


Gimana kabar kalian, Guys? Hope you all doing well. Masih dalam musim pandemi Covid-19, buat yang tidak berkepentingan, jangan ngacir-ngacir dulu, ya demi memutus mata rantai penyebaran virus.

Bosen di rumah mulu? Pastilah. Ini saya juga memasuki minggu kelima WFH, dan rasanya boring banget. Kerja, rebahan, makan, main HP, kerja lagi, rebahan lagi, wkwk. Udah kayak apaan tau. Well, tapi untuk kebaikan bersama mari kita coba bertahan. Semoga segalanya lekas membaik seperti sedia kala. Aamiin. 

By the way, untuk mengusir rasa bosan, kemarin saya order buku online di salah satu olshop. Genre buku yang saya baca nggak jauh-jauh dari genre thriller atau horor. Hmm, karena kemarin sudah baca novel terjemahan, kali ini saya mencoba novel lokal.

Judul : Rumah di Perkebunan Karet
Penulis : @Brii_story
Penerbit : The Panasdalam Publishing
Cetakan Pertama : Januari, 2020
Tebal : 301 hlm

Jadi, dari judulnya udah tau ya, Guys akan seperti apa jalan ceritanya. Kisah ini berawal ketika si tokoh utama, Heri mendapat pekerjaan baru sebagai pengawas di sebuah perkebunan karet milik pemerintah di Lampung Selatan. Dia bersama satu anak buahnya, Wahyu mendapat tempat tinggal berupa rumah di sisi perkebunan. FYI, karena letaknya di tengah hutan otomatis tidak ada aliran listrik dan hanya mengandalkan lampu petromaks. Udah kebayang kan gimana ngerinya kalo malem tiba? Wkwk.

Teror demi teror dialami oleh Heri dan Wahyu sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki di rumah itu. Mulai dari kemunculan Nenek Sapu Lidi, orang-orang berpakaian hitam yang suka muncul ketika malam menjelang, radio yang tiba-tiba berganti channel sendiri dan berbagai penampakan-penampakan mencekam lainnya.

Well, atmosfer horornya menurut saya kerasa banget, sih. Bayangin aja, ketika malam gelap tiba, kalian cuma berdua, di tengah-tengah perkebunan, jauh dari keramaian ditambah nggak ada listrik. Terus tiba-tiba diteror sama makhluk dunia lain, mau teriak juga percuma nggak akan ada yang nolongin. Apalagi setting-nya juga kayak masih jaman dulu banget, hape juga belom ada (1990 kalo nggak salah, ane beloman lahir wkwk).

Gaya penceritaannya juga ringan, mengalir. Kayak novel pop, sih jadi masih gampang banget dipahami. Namun, yang agak saya sayangkan, kejadian-kejadian teror di novel ini berulang. Misal hari ini udah diceritain tentang pocong, besoknya lagi pocongnya masih diceritain juga. Jadi, untuk buku setebal ini isinya kurang lebih ya, gitu-gitu aja.

Namun, saya salut sama penulisnya karena kayaknya doi sabar banget mengungkap asal muasal teror di rumah itu (juga perkebunan di sekitarnya). Buku ini, kalo dibaca malem-malem sendirian di kamar lumayan bikin bulu kuduk kalian merinding nih, gaes, wkwk. Untuk rate, saya sih kasih bintang 4.3 atas keberhasilannya menghadirkan suasana mencekam di novel ini.

Penasaran, Guys gimana sepak terjang Heri dan Wahyu menghadapi teror-teror mencekam di rumah di perkebunan karet? Segera cek di toko buku online kesayangan kamu, ya!

* Credit Photo : Personal Collection by Me (Nira Kunea)

You May Also Like

0 komentar